Jakarta, Jabarcyber.com – Rombongan Panitia Khusus (Pansus) VI DPRD Jawa barat melakukan kunjungan kerja ke Kementrian Agraria Tata Ruang (ATR) Republik Indonesia, jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, Rabu (19/01/2022).
Dalam kunjungan tersebut anggota Pansus VI DPRD Jabar Asep Arwin Kotsara menanyakan 3 hal penting yang menunjang Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).
Menurutnya, sebagai acuan dari Perpres nomor 11 tahun 2021 kementerian ATR BPN sudah mengeluarkan Permen (peraturan menteri) sehingga untuk mendetailkan dan mendeskripsikan perihal Perpres nomor 11 tahun 2021 tersebut perlu diskusi, data, dan informasi dengan pihak Kementrian dalam pembuatan Perda RTRW Jawa barat.
“Pertama saya menanyakan tentang RTH (Ruang Terbuka Hijau) dimana ditulis dipasal 11 dalam Permen tersebut paling sedkit adalah 20% untuk RTH publik dan RTH private adalah 10% jadi 30%, hanya saja ini jika kita lihat bahwa dari total 30% ini sebenarnya sudah tertulis di Undang-undang nomor 26 tahun 2007 perihal TRH jadi sudah sekitar 15 tahun yang lalu tertulis 30%,” ungkap Asep Arwin Kotsara.
Berdasarkan hal tersebut batasan daripada RTH total 30% ini menjadi pertanyaan sampai kapan limitnya, sedangkan Perda RT RW ini senantiasa di revisi terus dan mempunyai usia maximalnya yaitu 20 tahun, jika misalnya tahun 2022 ini Pemprov Jawa Barat punya RT RW itu berlaku sampai tahun 2042, jika direvisi lagi dan mengalami perubahan sampai kapan batasnya 30% tersebut.
“Kedua adalah yang berkaitan dengan insentif dan disinsentif dalam RT RW Provinsi atau ketentuannya untuk insentif dan disinsentif itu ada tidak mekanisme seperti apa, ada beberapa kota atau kabupaten menanyakan perihal insentif atau disinsentifnya bagi Kota Kabupaten yang bisa menjaga RTH atau menjaga RT RWnya atau LP3B tanah pertanian berkelanjutannya itu insentifnya sudah diatur apa belum,” tukas Asep Arwin Kotsara.
Kemudian jika aturannya sudah tertulis di Permen ATR BPN nomor 11 tahun 2021 pasal 12, detail dan mekanismenya masih menjadi pertanyaan oleh legislator asal Kota Bekasi ini, karena peraturan turunan daripada untuk menjelaskan insentif dan disinsentif sudah ada sehingg hal ini yang Provinsi atau Kota Kabupaten itu belum tahu mekanismenya dari pemberian insentif dan disinsentif itu seperti apa.
Lalu di Permen ATR BPN nomor 11 tahun 2021 itu tidak tertulis masalah tentang reklamasi atau abrasi secara detailnya tidak tertulis hal tersebut turut menjadi bahan pertanyaan Asep Arwin Kotsara kepada Kementrian ATR RI.
Perwakilan Kementrian ATR RI pun mengkonfirmasi bahwa kebijakan terkait abrasi dan reklamasi bahwa RTRW awalnya diperuntukannya adalah laut maka tidak perlu dirubah untuk menjadi sebuah daratan, jika pertamanya adalah hutan atau hutan mangrove tentunya itu adalah hutan mangrove pemanfaatannya.
Demikian pula yang abrasi jika memang awalnya daratan dia adalah tetap daratan jika memang ingin dirubah per 5 tahunnya silahkan dirubah, jika daratan bagaimana caranya jika kita sudah tidak mampu merubah abrasi itu kita tahan maka kita rubah di Perdanya jika memang per 5 tahun sekali kita rubah menjadi wilayah laut.
Kementerian Negara Agraria atau Kepala BPN juga sudah membuat suatu keputusan menteri nomor 1589 itu tahun 2021 tentang penetapan peta lahan sawah yang dilindungi pada Kabupaten atau Kota, ada di beberapa Provinsi termasuk Provinsi Jawa Barat jadi di keputusan menteri sudah tertulis LPS atau Lahan Baku Sawah disetiap Kota Kabupaten yang ada di Jawa Barat dan demikian pula sudah ditulis LSDnya luas sawah yang dilindungi dan tertulis dalam hektar, jadi ini sudah ada keputusan Menterinya tinggal di Provinsi atau Kota Kabupaten memakai tabel yang telah dibuat oleh Kementerian tersebut.