Bogor, Jabarcyber.com – Koordinator KBKR Perwakilan BKKBN Jawa Barat Pintauli Romangasih Siregar mengatakan bahwa Kabupaten Bogor Disebut wilayah khusus karena di Kabupaten Bogor, jumlah balita stuntingnya mencapai 28 persen atau termasuk ke dalam tiga besar di Provinsi Jawa Barat.
Hal ini diungkapnya pada sosialisasi program percepatan penurunan balita stunting di wilayah khusus Kabupaten Bogor, Sabtu 20 Agustus 2022 kemarin.
Merespon hal ini, anggota DPRD Jawa Barat daerah pemilihan (dapil) Kabupaten Bogor Erni Sugiyanti menyatakan bahwa Pemerintah provinsi (Pemprov) Jabar harus mengambil peran dalam sektor perbaikan ekonomi masyarakat agar kesejahteraan meningkat.
“Ini bukan persoalan lebih banyak yang kena orang dewasa dan anak-anak sedikit bukan itu, tapi masalahnya perkembangan mereka yang sangat lambat situasinya, sebelum Covid-19 saja lebih banyak orang hamil memakan Indomie daripada orang hamil memakan sayur, itu yang kemudian belum menjadi perhatian BKKBN,” ujarnya.
Erni melanjutkan, “sektor perekonomian yang dasarnya saja dahulu yang berkaitan betul dengan pangannya masyarakat, sebenarnya berkaitan juga dengan memang jika ingin serius program Tapal Desa Jawa Barat yang dibilang kemarin itu, harusnya bisa ditujukan kesana untuk kemudian penanganan terhadap stunting saja langsung, jadi konsentrasinya jelas,” kata Erni.
Politisi PKB ini pun heran karena terkait persoalan stunting ini justru pembangunan yang digencarkan malah sisi fisik bukan dari sumber daya manusia.
“Jadi kalau berbicara dari hulu ke hilir capek, banyak persoalan yang tidak disentuh, lagi-lagi yang dilihat itu hanya pembangunan fisik saja, persoalan jalan yang tidak selesai-selesai memang tidak mengerti saya, mungkin itu tolak ukurnya gampang dilihat mereka menganggapnya, kalau sumber daya manusia susah dilihatnya diukurnya seperti apa, tetapi tidak bisa begitu juga yang terjadi adalah kemudian kemunduruan sumber daya manusia kalau begitu,” tukasnya.
Data yang dimiliki Erni Sugiyanti terkait pemulihan ekonomi guna perbaikan kehidupan masyarakat saat periode 2014-2019 hingga saat ini hanya mengalami pergeseran diangka 0,3 persen dari yang awalnya 2,5 persen saat ini hanya 2,8 persen saja.
“Situasinya jadi saya tidak mengerti mana yang harus diperbaiki terlebih dahulu, apakah kemudian menunggu semua orang stunting baru diobatin atau seperti apa, harusnya tidak, orang-orang hamil saja begitu ketahuan itu kemudian sudah harus didata dan kemudian oleh klinik-klinik setempat ataupun minimal Posyandu setempat itu sudah mendata betul bagaimana kondisi mereka, vitaminnya dapat atau tidak, susunya bagimana, nutrisinya bagaimana, proteinnya seperti apa harusnya sudah diperhatikan,” imbuhnya.
Hal inilah yang dinilai bahwa kesiapan Pemerintah baik tingkat provinsi, kabupaten hingga pusat masih jauh dari tingkat siap terkait penanganan stunting.
“Jauh kita jika urusan yang seperti itu, jauh dengan luar negeri, di luar negeri seperti yang kita ketahui sampai anak usia 12 tahun saja semua digratiskan, begitu ketahuan hamil saja kemudian mereka medapat proteksi, di kita didata saja tidak, saya berbicara apa adanya, miris sebenarya, sepertinya di kita itu orang hamil itu tanggung jawab sendiri, saya kesal juga,” tandasnya, Selasa (23/08/2022).