Bogor – Berdasarkan ketentuan pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2014,
MPR mempunyai tugas: memasyarakatkan Ketetapan MPR; memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta pelaksanaannya; dan menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Fahmy Alaydroes yang juga anggota Banggar DPR RI menggelar acara Sosialisasi 4 Pilar untuk kalangan guru-guru SDIT yang tergabung dalam Jaringan Sekolah Islam Terpadu Korda Kab. Bogor pada Selasa (29/03) yang lalu, di Cibinong.
Hadir dalam pertemuan tersebut guru-guru SIT dan juga para staf sekolah SIT. Acara yang dimoderatori Sekretaris Komisi I DPRD Kab Bogor, Dedi Aroza itu berlangsung meriah.
Habib Fahmy — demikian biasa dia disapa– kembali mengingatkan kepada para peserta untuk senantiasa terus belajar dan memahami Pancasila dan sejarah lahirnya. Ini penting untuk diketahui oleh seluruh bangsa Indonesia, terutama oleh kaum muda, agar tidak buta sejarah dan agar menjadi generasi penerus yang siap mempertahankan dan mengamalkan Pancasila. Pancasila, sambung Habib merupakan hasil pemikiran dan renungan yang mendalam dari para Bapak Bangsa Negeri ini. Mereka berfikir tentang masa depan Bangsa Indonesia. Mereka berfikir bagaimana nasib bangsa ini ke depannya, setelah dijajah dan dijarah oleh bangsa asing ratusan tahun lamanya. Oleh karena itu para pendiri negeri ini, para pahlawan bangsa, berfikir keras di atas landasan apakah kelak bangsa ini akan didirikan.
Indonesia terdiri dari berbagai agama, keyakinan, kepercayaan, adat istiadat, dan kebudayaan. “Karena keanekaragaman itulah diperlukan satu bentuk platform yang bisa mengayomi keseluruhan bangsa ini,” ujar Habib dengan penuh semangat.
Soekarno dengan gagasan dan ide cemerlangnya tampil di hadapan Rapat Besar BPUPKI kala itu, mencoba memperkenalkan dan meyakinkan kepada bangsa Indonesia bahwa Pancasila sanggup menjadi pemersatu Bangsa Indonesia yang berbhinneka Tunggal Ika ini. Tak seorang diri, gagasan Soekarno juga diamini oleh Prof M Yamin dan Supomo. Mereka tidak jauh berbeda pemikirannya dengan Bung Karno kala itu, meski sering berseberangan. Tidak ketinggalan tokoh besar Mayusmi, M. Natsir dan para tokoh NU pun ikut memberi andil dalam lahirnya Pancasila dan NKRI kala itu.
Terlepas dari perdebatan sejarahnya, Pancasila ini telah menjadi dasar negara Indonesia yang urutan-urutannya tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. ” Dan kita wajib mempertahankannya,” sambung Habib Fahmy yang juga doktor pendidikan itu.
Harus diakui, kata Habib, bahwa salah satu jasa besar Presiden Soeharto adalah mengeluarkan Inpres No. 12 Tahun 1968, di mana dalam Inpres tersebut dijelaskan dan dikukuhkan bahwa Pancasila itu adalah apa yang kita lihat sekarang, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Karena, sambung Habib Fahmy, “Pancasila yang urutannya seperti itu hanya ada dalam Inpres No. 12 tahun 1968 tersebut. Sementara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 sekalipun tidak ada kata-kata Pancasilanya, yang ada hanya urutannya, itupun tidak tabulatif.”
Jadi menurut pria yang meraih gelar Master of Education di Australia itu, “Itu lah salah satu jasa besar Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto.” Bahkan, masih menurut Habib, “Seharusnya Pancasila dan urutan-urutannya itu dimasukkan ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, bukan hanya ada di Inpres, agar antara Pancasila dan isinya merupakan satu kesatuan yang utuh. Tidak terpisah-pisah. Bisa bertemu antara Pancasila dan urutan-urutannya,” pungkas Lelaki lulusan Fakultas Psikologi UI itu sebelum menutup pembahasannya. (Na)